Thursday, February 21, 2008

MENANG TANPA NGASORAKE


Ini merupakan salah satu filsafat Jawa yang bisa diartikan sebagai ”Menang tanpa mempermalukan lawan”. Sekilas terlihat bahwa hal ini mudah, tapi dalam kenyataannya sangat jarang bisa kita temui di kehidupan ini. Dalam politik, nuansa yang dibangun adalah bagaimana bisa memenangkan sesuatu dengan menempuh segala cara, termasuk menyebarkan fitnah dan hasutan sehingga publik berpandangan negatif terhadap lawan politiknya.

Tak hanya di dunia politik saja. Di dunia kerja dan bahkan di dunia pendidikan pun, semangat untuk menjatuhkan lawan atau teman sendiri pun kerap kita jumpai. Makanya, tak jarang kita melihat guru yang menjelakkan guru lain di depan anak didiknya. Tak jarang juga ada seorang pegawai yang menjelek-jelekkan teman sendiri di depan atasannya.

Yang paling parah adalah jika hal ini terjadi di antara para pemimpin bangsa, para ketua lembaga tinggi negara, dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Saling lempar tanggung jawab dan kesan meremehkan atau merendahkan pimpinan lembaga lainnya merupakan bukti dari semua ini. Bisa kita bayangkan, kalau seluruh pemimpin bangsa ini melakukan hal itu, tanpa mengindahkan pepatah ‘menang tanpa ngasorake’ akan seperti apa bangsa ini. Apakah akan seperti pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin? Di mana banyak partai yang saling menjatuhkan partai lain demi kemenangan partainya sendiri.

Ditinjau dari sisi lainnya, pepatah ‘menang tanpa ngasorake’ mengandung implikasi bagaimana kita bisa mencari win-win solution. Dalam artian kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa mengambil hak lawan atau tanpa membuat lawan merasa malu dan kalah. Sudah saatnya para pemimpin bangsa ini mulai sadar bahwa ada hal lain yang lebih penting daripada bagaimana mereka harus membuat diri mereka menang dengan menghalalkan berbagai cara.

0 komentar: