Friday, February 22, 2008

Tentang Kebenaran


Kebenaran adalah kata yang kerap kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita berbicara tentang kebenaran, maka kita tidak terlepas dengan konsep kesalahan (sesuatu yang dianggap salah). Kebenaran dan kesalahn ibarat dua sisi mata koin, yang meskipun dekat tetapi tidak bisa bertemu. Sesuatu dianggap benar karena tidak salah, dan begitu juga sebaliknya. Adanya konsep kebenaran karena adanya konsep kesalahan. Jadi, jika tidak ada konsep kesalahan, maka tidak akan pernah ada konsep kebenaran.

Sebenarnya, apakah kebenarana itu? Kebenaran bisa diartikan sebagai keadaan (hal) yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya atau sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Kebenaran juga bisa diartikan sebagai kelurusan hati atau kejujuran. Dalam hal ini, kebenaran akan diartikan dalam pengertian kelurusan hati.

Secara umum kebenaran bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kebenaran menurut diri sendiri, kebenaran menurut orang banyak dan kebenaran yang hakiki. Kebenaran menurut diri sendiri (Jawa: Bener tumrap awake dhewe) menyatakan bahwa segala sesuatu benar menurut orang yang melakukannya. Orang yang menganut pendekatan kebenaran ini cenderung akan egois dan otoriter.

Berdasarkan pendekatan yang kedua, kebeneran menurut orang banyak (Jawa: Bener tumrap wong sakabehane), sesuatu dianggap benar jika kebanyakan orang mengatakan bahwa sesuatu tersebut sesuai dengan apa adanya. Kebenaran ini bisa juga disebut dengan kebenaran kolektif. Kebenaran yang satu ini lebih mementingkan pada kepentingan orang banyak, tidak memperdulikan apakah orang banyak itu benar-benar benar atau karena orang banyak tersebut punya pengaruh. Orang yang mengikuti pendekatan kebenaran ini cenderung lebih demokratis. Implikasi dari adanya pendekatan kebenaran ini adalah munculnya berbagai peraturan tertulis (undang-undang) dan tak tertulis (kesepakatan/konvensi).

Kebenaran yang terakhir adalah kebenaran yang hakiki (Jawa: Benar tumrap laku utama). Kebenaran ini pada umumnya berdasarkan pada wahyu Tuhan. Dasar lainnya adalah ‘hati nurani’ manusia yang terdalam.

Dari ketiga pendekatan kebenaran tersebut, maka sesuatu bisa dianggap benar menurut satu pendekatan dan dianggap salah oleh pendekatan kebenaran lainnya. Sebagai contoh, mencuri bisa dibenarkan menurut kebenaran diri sendiri, tapi dianggap salah menurut kebenaran orang banyak dan kebenaran yang hakiki. Pada hakikatnya semua pencuri mengetahui bahwa mencuri itu bertentangan dengan hati nuraninya. Contoh lainnya adalah membunuh, dan kejahatan-kejahatan lainnya.

Sementara itu, nikah siri bisa dibenarkan menurut agama karena rukun dan syarat-syarat menurut agama telah terpenuhi. Tetapi hal ini tidak dibenarkan menurut kebenaran orang banyak, terutama menurut undang-undang negara. Menurut undang-undang, nikah siri tidaklah sah.

Gambaran lainnya adalah membunuh musuh negara, atau yang lebih keren lagi adalah membunuh teroris. Hal ini bisa dibenarkan menurut kebenaran diri sendiri, dan kebenaran orang banyak. Namun hal ini tidak sepenuhnya benar menurut pendekatan kebenaran hakiki. Menurut ajaran agama, membunuh tetaplah bersalah, tak peduli apapun alasan atau dasarnya. Ini sama juga dengan membunuh musuh atau penghianat negara. Walaupun sang pembunuh akan dianggap pahlawan oleh negaranya dan oleh orang banyak, namun kalo ditinjau dari agama, sebenarnya dia juga membunuh saudaranya sendiri karena semua orang di dunia ini pada hakikatnya adalah bersaudara.

Begitu juga seorang teroris. Teroris bisa dibenarkan menurut kebenaran diri sendiri (menurut sang teroris sendiri), dan kebenaran orang banyak (yaitu organisasinya). Namun hal itu tidak bisa dibenarkan menurut kebenaran yang hakiki (laku utama). Untuk mengubah sesuatu (seperti yang dikoar-koarkan sebagai tujuan dari terorisme) tidaklah harus dengan kekerasan. Tak satupun dalam ajaran agama yang membenarkan aksi terorisme.

Jadi, bagaimana dengan anda?

0 komentar: