Sengkalan Lamba. Sengkalan yang menggunakan rangkaian kata.
Sengkalan Memet. Sengkalan yang menggunakan lukisan.
Sengkalan Sastra.
Sengkalan yang menggunakan huruf Jawa dan sandangannya biasa digunakan pada ukir-ukiran, hiasan keris, dan lain sebagainya.
Suryasengkala.
Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan perputaran matahari. Sengkalan Suryasengkala digunakan pada masa pra-Islam dengan menggunakan tahun Saka. Namun saat ini Suryasengkala jarang digunakan, karena sengkalan yang dibuat tergantung pada kebutuhan, misalnya sengkalan dengan menggunakan tahun Masehi.
Candrasengkala.
Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan peraturan bulan. Sengkalan Candrasengkala digunakan setelah masa Islam dengan memakai tahun Jawa. Tahun Jawa ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma sejak 1 Suro 1555 Jawa, bertepatan 1 Muharam 1043 Hijriah, atau 1 Srawana 1555 Saka, atau 8 Juli 1633 Masehi. Tahun Jawa merupakan perpaduan antara Tahun Hijriah dengan tahun Saka. Pada zaman sekarang sengkalan dapat menggunakan tahun Jawa, Saka, Hijriah atau Masehi tergantung pada sengkalan yang diperlukannya.
Candrasengkala Gancaran, Serat.
Buku sastra disusun oleh Panitia Kapujanggan Keraton Yogyakarta. Buku ini hanya membahas mengenai masalah nilai kata dengan menyertakan cara membuat sengkalan.
Gurudasanama.
Ketentuan dalam penggunaan kata-kata pada sengkalan dengan cara menggunakan sinonim atau dasar padanan kata. Hal ini dimaksudkan karena kata-kata dalam yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok (mengalami perubahan).
Gurusastra.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai homograf atau dasar penulisan yang sama. Ketentuan ini ada, katena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Guruwanda.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sesuku kata. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Guruwarga.
Cara menentukan perubahan atau pernurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sekaum. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurukarya.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan dengan memakai dasar sekerja. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalma sengkalan yang bernilai sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurusarana.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sealat. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurudarwa.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sekeadaan atau dalam satu keadaan yang sama. Ketentuan ini dibuat untuk meberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata, sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurujarwa.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar searti atau arti yang sama. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata, sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Sengkalan Angka Nol.
Angka nol dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti hilang atau segala sesuatu yang tidak ada. Pada sengkalan hanya ada satu kata yang bernilai nol atau kosong, yaitu kata umbul (melesat ke atas) karena segala sesuatu yang telah hilang bernilai nol. Misalnya sengkalan tentang pelaksanaan sekaten tahun 1990, “umbuling puspa gapuranin praja”.
Sengkalan Angka Satu.
Angka satu di dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang bermakna satu, kata-kata yang bermakna jumlahnya hanya satu, benda yang bentuknya bulat, kata-kata yang berarti manusia, kata-kata yang berarti hidup dan nyata. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai satu adalah jalma, jalmi, janma, kenya, putra, aji, ratu, raja, nata, narpati, narendra, pangeran, gusti, Allah, hyang, maha, bathara, bumi, jagat, budi, buda, budaya, ron, lata, wani, semedi, luwih, nabi, lajer, wiji, witana, praja, bangsa, swarga, puji, piji, harja dan peksi. Kata peksi bernilai satu, namun sebenarnya bernilai dua, karena peksi berasal dari kata peksi (sansekerta) yang berarti burung atau binatang yang bersayap.
Sengkalan Angka Dua.
Angka dua di dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah dua, atau berpasangan dan bentuk-bentuk turunannya, serta kata-kata yang bermanka gandheng. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai dua, biasanya digunakan kata asta, dwi, kembar, ngelmi, aksa, samya, sembah dan supit.
Sengkalan Angka Tiga.
Angka tiga dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah tiga, dan bentuk-bentuk turunannya. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai tiga, biasanya digunakan kata guna, katon, saut, sunar, trima, trisula, ujwala, dan wredu.
Sengkalan Angka Empat.
Angkat empat dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti air dan kata-kata yang berarti kerja, serta segala sesuatu yang berjumlah empat. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai empat ialah kata papat, catur, keblat (arah mata angin), warna (kasta dalam agama Hindu), toya (air), suci dan pakarti.
Sengkalan Angka Lima.
Angka lima dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah lima, golongan raksasa, segala macam senjata, kata-kata yang berarti angin, tajam, ilham atau bisikan, perangkap, serta kata-kata yang mempergunakan kata panca. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai lima ialah driya (indra), wisaya (cerapan indra), cakra, warayang, tinulup, ati, linungit, yaksa, mangkara, marganing, pasarean, tinata, gati dan pirantining.
Sengkalan Angka Enam.
Angka enam dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti rasa, hewan berkaki enam, dan segala sesuatu yang bergerak. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai enam ialah kat gana, hangga-hangga, (laba-laba), rasa, sinesep, nikmat, kayu, winayang (digerakkan), rebah (runtuh) dan wisik (pesan).
Sengkalan Angka Tujuh.
Angka tujuh dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti golongan pertapa atau pendeta, gunung, suara, serta binatang yang biasa dipergunakan untuk kendaraan. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai tujuh ialah kata pandhita, resi, swara, sabda, muji (pujian, restu, ajar) dan giri (gunung).
Sengkalan Angka Delapan.
Angka delapan dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti gajah, binatang melata, dan brahmana. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai delapan adalah kata ngesti (memikirkan), madya (tengah), basuki, naga, brahmana, manggala, murti, salira, sarining, dan kata-kata turunan dari kata-kata tersebut.
Sengkalan Angka Sembilan.
Angka sembilan dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti dewa, bunga dan benda-benda yang berlubang atau terbuka. Kata-kata pada sengkalan yang biasanya digunakan untuk menyatakan angka sembilan ialah : kata, trus, trustaning, wiwara, anggatra, gapura, ambuka, makaring, umanjing, sekaring, puspa, kusuma, kembang, dan ngarumake (mengharumkan).
Sengkalan Memet. Sengkalan yang menggunakan lukisan.
Sengkalan Sastra.
Sengkalan yang menggunakan huruf Jawa dan sandangannya biasa digunakan pada ukir-ukiran, hiasan keris, dan lain sebagainya.
Suryasengkala.
Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan perputaran matahari. Sengkalan Suryasengkala digunakan pada masa pra-Islam dengan menggunakan tahun Saka. Namun saat ini Suryasengkala jarang digunakan, karena sengkalan yang dibuat tergantung pada kebutuhan, misalnya sengkalan dengan menggunakan tahun Masehi.
Candrasengkala.
Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan peraturan bulan. Sengkalan Candrasengkala digunakan setelah masa Islam dengan memakai tahun Jawa. Tahun Jawa ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma sejak 1 Suro 1555 Jawa, bertepatan 1 Muharam 1043 Hijriah, atau 1 Srawana 1555 Saka, atau 8 Juli 1633 Masehi. Tahun Jawa merupakan perpaduan antara Tahun Hijriah dengan tahun Saka. Pada zaman sekarang sengkalan dapat menggunakan tahun Jawa, Saka, Hijriah atau Masehi tergantung pada sengkalan yang diperlukannya.
Candrasengkala Gancaran, Serat.
Buku sastra disusun oleh Panitia Kapujanggan Keraton Yogyakarta. Buku ini hanya membahas mengenai masalah nilai kata dengan menyertakan cara membuat sengkalan.
Gurudasanama.
Ketentuan dalam penggunaan kata-kata pada sengkalan dengan cara menggunakan sinonim atau dasar padanan kata. Hal ini dimaksudkan karena kata-kata dalam yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok (mengalami perubahan).
Gurusastra.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai homograf atau dasar penulisan yang sama. Ketentuan ini ada, katena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Guruwanda.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sesuku kata. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Guruwarga.
Cara menentukan perubahan atau pernurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sekaum. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurukarya.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan dengan memakai dasar sekerja. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalma sengkalan yang bernilai sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurusarana.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sealat. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurudarwa.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar sekeadaan atau dalam satu keadaan yang sama. Ketentuan ini dibuat untuk meberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan, karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata, sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Gurujarwa.
Cara menentukan perubahan atau penurunan kata yang digunakan pada sengkalan dengan memakai dasar searti atau arti yang sama. Ketentuan ini dibuat untuk memberi dasar penggunaan kata-kata dalam sengkalan karena kata-kata di dalam sengkalan yang bernilai kata, sering menyimpang dari kata pokok sehingga mengalami perubahan arti.
Sengkalan Angka Nol.
Angka nol dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti hilang atau segala sesuatu yang tidak ada. Pada sengkalan hanya ada satu kata yang bernilai nol atau kosong, yaitu kata umbul (melesat ke atas) karena segala sesuatu yang telah hilang bernilai nol. Misalnya sengkalan tentang pelaksanaan sekaten tahun 1990, “umbuling puspa gapuranin praja”.
Sengkalan Angka Satu.
Angka satu di dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang bermakna satu, kata-kata yang bermakna jumlahnya hanya satu, benda yang bentuknya bulat, kata-kata yang berarti manusia, kata-kata yang berarti hidup dan nyata. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai satu adalah jalma, jalmi, janma, kenya, putra, aji, ratu, raja, nata, narpati, narendra, pangeran, gusti, Allah, hyang, maha, bathara, bumi, jagat, budi, buda, budaya, ron, lata, wani, semedi, luwih, nabi, lajer, wiji, witana, praja, bangsa, swarga, puji, piji, harja dan peksi. Kata peksi bernilai satu, namun sebenarnya bernilai dua, karena peksi berasal dari kata peksi (sansekerta) yang berarti burung atau binatang yang bersayap.
Sengkalan Angka Dua.
Angka dua di dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah dua, atau berpasangan dan bentuk-bentuk turunannya, serta kata-kata yang bermanka gandheng. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai dua, biasanya digunakan kata asta, dwi, kembar, ngelmi, aksa, samya, sembah dan supit.
Sengkalan Angka Tiga.
Angka tiga dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah tiga, dan bentuk-bentuk turunannya. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai tiga, biasanya digunakan kata guna, katon, saut, sunar, trima, trisula, ujwala, dan wredu.
Sengkalan Angka Empat.
Angkat empat dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti air dan kata-kata yang berarti kerja, serta segala sesuatu yang berjumlah empat. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai empat ialah kata papat, catur, keblat (arah mata angin), warna (kasta dalam agama Hindu), toya (air), suci dan pakarti.
Sengkalan Angka Lima.
Angka lima dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah lima, golongan raksasa, segala macam senjata, kata-kata yang berarti angin, tajam, ilham atau bisikan, perangkap, serta kata-kata yang mempergunakan kata panca. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai lima ialah driya (indra), wisaya (cerapan indra), cakra, warayang, tinulup, ati, linungit, yaksa, mangkara, marganing, pasarean, tinata, gati dan pirantining.
Sengkalan Angka Enam.
Angka enam dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti rasa, hewan berkaki enam, dan segala sesuatu yang bergerak. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai enam ialah kat gana, hangga-hangga, (laba-laba), rasa, sinesep, nikmat, kayu, winayang (digerakkan), rebah (runtuh) dan wisik (pesan).
Sengkalan Angka Tujuh.
Angka tujuh dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti golongan pertapa atau pendeta, gunung, suara, serta binatang yang biasa dipergunakan untuk kendaraan. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai tujuh ialah kata pandhita, resi, swara, sabda, muji (pujian, restu, ajar) dan giri (gunung).
Sengkalan Angka Delapan.
Angka delapan dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti gajah, binatang melata, dan brahmana. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai delapan adalah kata ngesti (memikirkan), madya (tengah), basuki, naga, brahmana, manggala, murti, salira, sarining, dan kata-kata turunan dari kata-kata tersebut.
Sengkalan Angka Sembilan.
Angka sembilan dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti dewa, bunga dan benda-benda yang berlubang atau terbuka. Kata-kata pada sengkalan yang biasanya digunakan untuk menyatakan angka sembilan ialah : kata, trus, trustaning, wiwara, anggatra, gapura, ambuka, makaring, umanjing, sekaring, puspa, kusuma, kembang, dan ngarumake (mengharumkan).
3 komentar:
Bagus mas, tapi boleh minta referensinya :D
mas..............
tolong buatkan sengkalan untuk tahun 1988, bisa ya mas?
@nanaqu
naga salira ambuka bumi
Post a Comment